Sebagai kota yang hanya menempuh perjalanan sekitar 45 menit dari Surabaya, tinggal dan mempunyai rumah di kota Sidoarjo merupakan pilihan utama para karyawan yang berkantor di kota Pahlawan tersebut. Tak heran jika perkembangan perumahan di Sidoarjo, tempat tinggal saya sekarang, begitu pesat (Namun, sejak adanya tragedi Lumpur Lapindo, sekarang banyak proyek pembangunan perumahan berhenti di tengah jalan begitu saja). Tak heran, tak mungkin warga Sidoarjo hafal perumahan-perumahan lain disekitar rumahnya. Saking terlalu banyaknya, yang pasti, apalagi ada beberapa nama perumahan dengan nama yang sama–yang walaupun hanya satu kata tapi bikin bingung-, seperti Bumi Citra Fajar, Gading Fajar, Gading Kirana, Taman Pondok Jati, Pondok Jati. Waks…belum lagi dengan istilah Indah, Pondok, Taman, Bumi, Puri, Regency dsb itu .
Dengan kondisi kota yang lebih nyaman, bebas macet dsb dibandingkan Surabaya, Sidoarjo memang layak dijadikan pilihan sebagai kota yang layak huni. Namun, sayangnya perkembangan perumahan yang sedemikian pesat, tak diimbangi dengan air bersih. Saya pernah membaca di artikel Jawa Pos beberapa bulan lalu mengenai ini, dan menemukannya kembali di sini. 68% penduduk Sidoarjo masih kekurangan air bersih, begitu kata pihak PDAM Delta Tirta-Sidoarjo. Yah, begitulah kenyataannya. Seperti yang saya alami.
Dengan kondisi kota yang lebih nyaman, bebas macet dsb dibandingkan Surabaya, Sidoarjo memang layak dijadikan pilihan sebagai kota yang layak huni. Namun, sayangnya perkembangan perumahan yang sedemikian pesat, tak diimbangi dengan air bersih. Saya pernah membaca di artikel Jawa Pos beberapa bulan lalu mengenai ini, dan menemukannya kembali di sini. 68% penduduk Sidoarjo masih kekurangan air bersih, begitu kata pihak PDAM Delta Tirta-Sidoarjo. Yah, begitulah kenyataannya. Seperti yang saya alami.
Foto ini saya ambil dari kran kamar mandi saya. Lihat saja, sangat kecil bukan aliran airnya?! Jadi tak mungkin, kami sekeluarga mandi dengan air sekecil itu. Harus nunggu berapa lama untuk ngisi bak mandi? Maka, kami mengandalkan pompa air sumur. Jangan terlalu banyak berharap dengan air sumur di kota Sidoarjo. Aliran airnya memang deras. Tapi, terkadang keruh, dan bau besi. Maka, untuk mencuci piring dan baju saja, kami memakai air sumur terlebih dahulu, lalu nantinya dibilas lagi dengan air PDAM yang sudah kami tampung dulu di ember di kran belakang (yang aliran nya lebih besar dari kran air dapur dan kamar mandi). Cukup merepotkan, bukan?! Sedangkan untuk memasak, kami sekeluarga tetap membeli air dari tukang air keliling.
Saya cukup heran, di musim kemarau yang lalu, keadaan yang saya ceritakan di atas, terkadang terbalik. Air PDAM yang menjadi keruh, walaupun aliran airnya besar, dan air sumurnya yang bersih dan tetap mengalir deras. Kalau yang begini, maka kami memilih untuk memakai yang terakhir. Tapi, di musim hujan yang seharusnya musimnya air dimana-mana, kok malah tambah gawat keadaannya ya?
Hhh…kalau begini, jadi kepengin ke Muntilan, menikmati limpah ruahnya air yang segar+ bersih+gratis disana .
0 komentar on "Krisis air di rumah saya"
Posting Komentar