06 Juli 2009

Panjaaaang ceritanyaaaa :D

9 komentar

Kata orang, perempuan punya kesempatan lebih banyak untuk memilih pasangan yang dirasa tepat mendampingi sisa-sisa hidupnya.

Cocok, jalan.

Gak cocok, tolak aja, dan pilih yang lainnya.

Maka, meskipun telah menjalani masa pacaran yang lama dengan kekasih saya, saya masih mencoba membuka hati kepada laki-laki lain. Sebelum janur kuning melengkung, kata orang.


Teman laki-laki saya sedikit sekali.

Kalau berkenalan karena sekelas, seangkatan atau satu sekolah, itu pasti sekedar teman saya.

Kalau di luar itu, oh berarti itu kekasih saya.

(Tidak dikriteriakan begitu, tapi nyatanya saya selalu berpacaran dengan laki-laki di luar lingkungan teman-teman sekolah)

Maka, begitu heran dan shock nya saya, kekasih saya yang sekarang, begitu over protective nya pada saya.

Tak boleh ada nama seorang laki-laki pun dalam daftar teman saya.

Maka,

Saya tutup account Friendster. Atas suruhannya.

Saya buat account Facebook. Tanpa sepengetahuannya.

Bohong?

Ah, saya masih lebih memilih bohong daripada harus kehilangan teman-teman terbaik saya.

Toh, tujuan saya hanya satu. Hanya ingin menambah teman dan menjalin silahturahmi pada teman-teman lama.

Dan saya juga tetap ingin bersama dia. Belahan hati saya.

Walau, saya tahu konsekuensinya, ketika saya menikah dengannya nanti, saya harus mau mengikuti apa katanya, sebagai suami saya.

Seperti dia selalu bilang, itu semua demi kebaikan saya. Dia tidak mau saya tergoda rayuan laki-laki lain.

"Ah, tapi bukan begitu caranya!!!" , begitu sanggahan saya.

"Saya bisa dipercaya. Berteman bukan berarti saya suka dengan laki-laki itu. Menjawab telepon, membalas SMS… Sama seperti kamu berteman dengan teman-teman perempuanmu."

"Pokoknya nggak!!!", tegasnya

Dan begitulah titik klimaksnya ketika kami berdebat tentang ini. Ego, keras kepala, bercampur dengan rasa sayang dan cemburu yang berlebihan.

Kalaupun dia bilang, "Ok, kamu silahkan berteman dengan siapa saja… Saya toh nggak mau tahu." , dan itu artinya "Sudah dinasehatin satu kali, maka buang-buang waktu buat tanya-tanya lagi!!!"

At this end, I choose my own way.


Dan saat itu ternyata tiba,

Disaat gundah-gundahnya dengan hubungan saya dengan kekasih dengan sifat seperti itu, saya menjalin hubungan akrab dengan sahabat lama saya di SMA. Tentu saja, bukan karena FB. Namanya sudah lama ada contact list Hp saya. Mula-mula sms biasa, walau lama-lama jadi sms nggak penting. Tapi tetap saja, kami nggak pernah menggunakan kata-kata yang "lebih dari teman". Hanya sekedar perhatian. Yang jarang sekali kekasih saya lakukan.

Tapi, saya merasa telah membagi hati saya kepada laki-laki lain. Kekasih saya bukan satu-satunya laki-laki dalam hidup saya saat itu yang bisa membuat saya bahagia.

Saya khilaf.

Yah, meski, sekali lagi, antara saya dan dia, tidak pernah ada kata-kata yang menjurus lebih dari sekedar hubungan persahabatan.

Dan, saya masih tetap mantap memilih kekasih saya.

Maka, ketika waktu berlalu,

Sahabat saya memberi kabar kalau dia telah jadian dengan perempuan lain.

Perasaan saya? Biasa saja.

Saya sampai heran, padahal dulu saya sempat cemburu, ketika dia memuji perempuan lain di hadapan saya. Ah, ternyata…

Itu hanya perasaan lalu.

Sesaat.

Berbeda pasti, jika saya mendengar kekasih saya jadian dengan perempuan lain. Walau sudah 5,5 tahun pacaran, pasti saya akan marah, dan cemburu berat jika dia melakukan itu.


Ah, ternyata kamu benar, sayang.

Saya tergoda.

Dan saya tak menyesali proses ini.

Jika tidak begitu, bagaimana bisa tahu kelebihan kekasih dibanding dengan lelaki lain (Dan saya menemukan banyak kelebihan pada diri kekasih tercinta).

He's the best 4 me. Only n forever malu.

05 Juli 2009

Sindrom 25

3 komentar

Mungkin inilah yang dinamakan sindrom umur 25 tahun.

Untuk perempuan yang akan atau telah memasuki umur seperempat abad.


Sudah seringkali saya membaca status Facebook teman-teman perempuan sebaya saya yang berbunyi:

"Datang ke acara keluarga, pasti itu terus pertanyaannya..."

"Bulan ini musim nikah.. Aku kapan???"

...dan status sejenisnya.


Saya yang membaca ini pun jadi geleng-geleng kepala, karena saya pernah membaca 10 status yang artinya sama, yang ditulis oleh teman yang berbeda, pada hari yang sama.

Seperti janjian dulu menulis status ini.


Sudah betapa ngebetnya mereka-mereka menikah ya...

SAMA SEPERTI SAYA!!!

sengihnampakgigi


Entahlah.

Pertanyaan tentang pernikahan ini memang makin menganggu dan mengelilingi kehidupan saya beberapa bulan terakhir ini


Kalau itu dilontarkan dari mulut seorang teman, atau saudara,

Ah, masa bodo!!!


Masalahnya, pertanyaan ini datang dari mulut ibu saya sendiri bising

"Kapan perkenalan???"

"Kapan dilamar??",

terkadang sambil menyebut nama seorang tante (baik adik kandungnya atau tante "tetangga" dan "teman" beliau yang sudah mempunyai cucu)

"Masa kalah..."


Serta dari mulut adek saya, Eggy, yang senang banget dengan anak kecil

"Mbak Dewi tahun depan ya...",

dan dia sudah membayangkan akan punya keponakan tahun depan,

sambil bertanya-tanya akan diberi nama apa anak saya nanti.


DOH!!!

*sambil berpikir klo tujuannya cuma cucu dan keponakan, apa mending kawin aja daripada nikah??? *


Untunglah saya sudah punya pacar 5,5 tahun terakhir ini.

Walau belum ada signal-signal akan diresmikan ke pelaminangigil


Agak berbeda ceritanya ketika seorang teman saya yang lain, dianjurkan (atau disuruh?) nikah tahun depan oleh ibu nya, padahal dia (sedang) nggak punya pacar.

Hmm... masih lebih baik nasib saya, bukan ??!


Ooh, ibu-ibu itu tega nian!!!

Jadi kepikiran sbenarnya ini sindrom gadis umur 25 tahun, atau sindrom para ibu yang takut anak gadisnya nggak nikah-nikah fikir ???

 

My PLayGround Copyright 2009 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipietoon | All Image Presented by Online Journal


This template is brought to you by : allblogtools.com | Blogger Templates